Sabtu, 09 April 2016

Sebab Sebab Kewarisan Dan Penghalangnya

“SEBAB SEBAB KEWARISAN DAN PENGHALANGNYA”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : FIQIH MAWARIS
                                








Di Susun Oleh
Nama           : Muhammad Sidik
NPM                    : 13511302
Semester              : VI (Enam)
JURUSAN           : Tarbiah
DOSEN                : Ust. Moh Nur Yahya, S.Pd.I
FAKULTAS       : Pendidikan Agama Islam (S1)

UNIVERSITAS YAPIS PAPUA
KAMPUS II SENTANI JAYAPURA
TAHUN AJARAN 2015





DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................................................        i
Daftar Isi..................................................................................................................................       ii
A.    Sekilas Tentang Ilmu Mawarist....................................................................................       1
B.     Rukun Kewarisan.........................................................................................................       2
C.     Sebab Sebab Kewarisan...............................................................................................       3
D.    Penghalang Penghalang Warisan..................................................................................       4

Daftar Pustaka

















KATA PENGANTAR
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
            Puji syukur kepada Allah SWT  karena atas izin dan karunia-Nya makalah ini dapat penulis selesaikan. Tak lupa pula shalawat dan salam penulis hantarkan kepada junjungan alam, Nabi besar Muhammad Saw yang telah membawa kita dari alam kebdohan kealam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
            Rasa terima kasih penulis haturkan kepada Ust. Moh Nur Yahya yang telah menugaskan tugas kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul SEBAB-SEBAB KEWARISAN DAN PENGHALANGNYA
 Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari kelemahan dan kekurangan,oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca untuk perbaikan dan penyempurnaan makalah ini sangat penulis  harapkan.      




                                                                                                                   Sentani, 14 Maret-2016
   Penyusun
                                                                                                             

     Muhammad Sidik







SEBAB-SEBAB KEWARISAN DAN PENGHALANGNYA
A. Sekilas Tentang Ilmu Mawarits/ llmuFaraidh
Kata Al Mawarits adalah jamak dari kata Mirots, yaitu harta peninggalan dari orang yang meninggal untuk ahli warisnya.
Orang yang meninggalkan harta tersebut dinamakan Al Muwaaritsu, sedang ahli waris disebut dengan Al-Warits. Al Faraidh adalah kata jamak bagi al fariidhoh artinya bagian yang ditentukan kadarnya. Perkataan Al-Fardhu, sebagai suku kata dari lafad fariidhoh.Fara’idh dalam arti mawaris, hukum waris mewaris. Dimaksud sebagai bagian atau ketentuan yang diperoleh oleh ahli waris menurut ketentuan syara’.
Ilmu Fara’idh dapat didefiniskan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang ketentuan-ketentuan harta pusaka bagi ahli waris.
Definisi inipun berlaku juga bagi Ilmu Mawarits, sebab ilmu mawarits adalah nama lain bagi Ilmu Fara’idh.
Untuk mengetahui siapa-siapa yang memperoleh harta waris, maka perlu diteliti terlebih dahulu ahli-ahli waris yang ditinggalkan. kemudian baru ditetapkan, siapa diantara mereka yang mendapat bagian dan yang tidak mendapat bagian.
Sumber hukum Islam tentang waris adalah asal hukum islam tentang waris. Sumber Hukum Islam tersebut adalah :
1)      Al Qur’an
2)      As Sunah
3)      Ijma’
4)      ijtihad




Hukum mempelajari Ilmu Fara’idh adalah fardhu kifayah, artinya bila sudah ada satu orang yang mempelajarinya maka gugurlah kewajiban itu bagi orang lain. Begitu pentingnya Ilmu Fara’idh, sampai dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai separoh ilmu. Disamping itu oleh Beliau diingatkan bahwa ilmu inilah yang pertama kali akan dicabut. Artinya, pada kenyataannya hingga sekarang tidak banyak orang yang mempelajari Ilmu Fara’idh, karene memang sukar dan dikhawatirkan Ilmu ini lama kelamaan akan lenyap juga, karena sedikit yang mempelajarinya . Lebih-lebih apabila orang akan membagi harta warisannya berdsarkan kebijaksanaan-kebijaksanaan dan tidak berdasarkan hukum Allah SWT.
Nabi Muhammad SAW bersabda  yang Artinya : “Pelajarilah Al-Fara’idh dan ajarkanlah ia kepada orang-orang. Sesungguhnya ilmu fara’idh itu separoh ilmu, dan iapun akan dilupakan serta iapun merupakan ilmu yang pertama kali akan dicabut di kalangan umatku. (HR. Ibnu Majah dan Ad Daruquthniy).
B.   Rukun kewarisan  
1)        Muwarrits
Yaitu orang yang mewariskan dan meninggal dunia. Baik meninggal dunia secara hakiki, atau akarena keputusan hakim dinyatakan mati berdasarkan beberapa sebab.
2)        Mauruts
Yaitu harta peninggalan si mati yang akan dipusakai setelah dikurangi biaya perawatan , hutang-hutang, zakat dan setelah digunakan untuk melaksanakan wasiat. Harta pusaka disebut juga Mirots, Irts, Turots Dan Tarikah.
3)        Warits
Yaitu orang yang akan mewarisi, yang akan mempunyai hubungan dengan si
Muwarits, baik hubungan itu karena hubungan itu kekeluargaan atau perkawinan.




C.   Sebab-sebab kewarisan
Seseorang tidak mendapatkan warisan kecual karena salah satu sebab dari sebab-sebab berikut ini :

4)        Nasab
Yaitu kekerabatan. Artinya, Ahli waris ialah ayah dari pihak yang diwarisi atau anakanaknya. Dan jalur sampingnya seperti saudara-saudara beserta anak-anak mereka dan paman-paman dari jalur ayah beserta anak-anak mereka, jarena Allah SWT berfirman yang artinya : “ Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami menjadikan pewaris-pewarisnya.” (QS. An-Nisa : 33).
Hubungan Nasab, bentuk hubungan ini ada tiga :
a.       Ushuul, yaitu jamak dari ashl yang artinya Bapak dan Ibu, berikut yang diatas mereka, yaitu Kakek, Buyut dan seterusnya ( dari jalur laki-laki ), kakek dari ibu tidak termasuk di dalamnya
b.      Furuu’, yaitu jamak dari far’, ialah Putra dan Putri dan yang dibawah mereka, seperti Cucu dan seterusnya ( yang dari jalur laki-laki ). Putra dari anak perempuan tidak termasuk di dalamnya
c.       Hawaasyi, yaitu setiap yang punya hubungan nasab peranakan dari mayit, dari fihak bapaknya, atau setiap furuu’ dari ushuul mayit. Mereka termasuk saudara dan saudari mayit, anak-anak mereka, paman, bibi dan anak-anak mereka. serta setiap nasab kebawah
5)        Pernikahan
Yaitu akad yang benar terhadap isteri, kendati suaminya belum menggauli dan belum berduaan dengannya. Karena Allah SWT berfirman yang artinya : “Dan bagi kalian (suami-suami) seperdua dari harta yang ditingalkan oleh isteri-isteri kalian.” (QS. An-Nisa : 12)
6)        Wala’
Yaitu seseorang memerdekakan budak laki-laki atau perempuan. Dan dengan ia memerdekakannya, maka kekerabatan budak tersebut menjadi miliknya. Jadi, jika budak yang ia merdekakan meninggal dunia tanpa meninggalkan ahli waris, maka hartyanya diwariskan kepada orang yang memerdekakannya. Karena Rasulullah SAW bersabda :“Wala’ itu milik orang yang memerdekakannya.” (Muttafaq‘Alaih).
D.   Penghalang-Penghalang Warisan
Bisa jadi, sebab-sebab warisan itu ada, namun sebab-sebab tersebut dihalang-halangi oleh penghalang hingga seseorang tidak dapat mewarisi dri pihak lain.
Penghalang-penghalang warisan tersebut adalah :

a.       Kekafiran
Kerabat yang Muslim tidak bias mewarisi orang kafir dan orang kafir tidak bias mewarisi kerabat yang Muslim. Rasulullah bersabda :“Orang kafir tidak bisa mewarisi orang Muslim dan orang Muslim tidak bisa mewarisi orang kafir.” (Muttafaq ‘Alaih).
b.      Pembunuhan
Pembunuh tidak bisa mewarisi orang yang dibunuhnya sebagai hukuman atas pembunuhannya tersebut. Dan itu jika pembunhan tersebut dilakukan dengan sengaja. Rasulullah SAW bersabda :

 لیس للقاتل من المیراث شيء

 Artinya : “ Tidak ada hak waris sedikitpun bagi si pembunuh “ ( HR. Nasai dan Daru Quthni )
3) Perbedaan Agama, Seorang Muslim tidak dapat mewarisi ataupun diwarisi oleh
non Muslim, sebagaimana sabda Rasulullah saw :
 لا یرث المسلم الكافر و لا یرث الكافر المسلم







DAFTAR PUSTAKA

http:kewarisan/dan/Penghalangnya                                       
ilmu kewarisan

penghalang kewarisan

Makalah Ashabul Furudh Dan Bagian Bagiannya

“ASHABUL FURUDH DAN BAGIAN BAGIANNYA SERTA ASOBAH”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : FIQIH MAWARIS








Di Susun Oleh
Nama                    : Muhammad Sidik
NPM                    : 13511302
Semester              : VI (Enam)
JURUSAN           : Tarbiah
DOSEN               : Ust. Moh Nur Yahya, S.Pd.I
FAKULTAS       : Pendidikan Agama Islam (S1)

UNIVERSITAS YAPIS PAPUA
KAMPUS II SENTANI JAYAPURA
TAHUN AJARAN 2015






DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................................................        i
Daftar Isi..................................................................................................................................       ii
BAB I.......................................................................................................................................       1
Pendahuluan.............................................................................................................................       1
A.    Latar Belakang.............................................................................................................       1
B.     Rumusan Masalah........................................................................................................       4
C.     Hipotesis.......................................................................................................................       4
D.    Definisi Operasional Variabel......................................................................................       4
E.     Tujuan Dan Kegunaan..................................................................................................       5
1.      Tujuan.....................................................................................................................       5
2.      Kegunaan...............................................................................................................       5
BAB II.....................................................................................................................................       6
Pembahasan..............................................................................................................................       6
1.      Pengajian Kitab Kuning...............................................................................................       6
a.       Pengertian Kitab Kuning........................................................................................       6
b.      Ciri Ciri Kitab Kuning............................................................................................       7
c.       Metodologi Pengajaran kitab kuning.....................................................................       9
d.      Eksistensi Pengajaran Kitab Kuning......................................................................     16
e.       Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pengajaran Kitab Kuning.....................     18
2.      Agama Islam................................................................................................................     21
a.       Pengertian Agama Islam........................................................................................     21
b.      Ruang Lingkup Agama Islam................................................................................     23
BAB III....................................................................................................................................     26
Penutup....................................................................................................................................     26
A.    Kesimpulan...................................................................................................................     26
B.     Saran.............................................................................................................................     26
Daftar Pustaka
Lampiran

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kita selalu panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas segala nikmat yang telah diberikan kepada kita semua sehingga penyusunan penelitian dengan judul Ashabul Furudh dan Bagian Bagiannya Serta Asobah dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Shalawat serta salam selalu kita kirimkan kepada panutan dan tauladan hidup kita, yakni nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa hidup kita ini dari zaman kegelapan ke zaman terang-benderang.
Dalam penyusunan makalah ini. Penulis tidak dapat menyelesaikan makalah ini tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis sangat berterima kasih kepada Dosen mata kuliah Fiqih Mawarist dan teman-teman yang telah mendukung pembuatan makalah ini.
Sungguh merupakan suatu kebanggaan dari penulis apabila makalah ini dapat terpakai sesuai fungsinya, dan pembacanya dapat mengerti dengan jelas apa yang dibahas didalamnya. Tidak lupa juga penulis menerima kritikan dan saran yang membangun, yang sangat diharapkan demi memperbaiki pembuatan penelitian di kemudian hari.
Sentani,  04 April 2016
Penulis


Muhammad Shidik










ASHABUL FURUDH DAN BAGIAN-BAGIANNYA SERTA ASHABAH



BAB I
PENDAHULUAN
 

A.     Latar Belakang

Secara bahasa, kata furudh mempunyai enam arti yang berbeda yaitu al-qth’ ‘ketetapan yang pasti’ at-taqdir ‘ketentuan’ dan al-bayan ‘penjelasan’. Sedangkan menurut istilah, fardh ialah bagian dari warisan yang telah ditentukan. Definisi lainnya menyebutkan bahwa fardh ialah bagian yang telah ditentukan secara syar’i untuk ahli waris tertentu.Di dalam al-qur’an, kata furudh muqaddarah ( yaitu pembagian ahli waris secara fardh yang telah ditentukan jumlahnya) merujuk pada 6 jenis pembagian, yaitu separuh (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua pertiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6). 

B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memperdalam pengetahuan kami dalam materi FIQIH dan memenuhi tugas dari dosen pengampu yaitu Bapak Ust. Moh Nur Yahya, S.Pd

B.     Metode dan Tekhnik Penulisan 

Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode kepustakaan atau library reseach dan juga webseat.






























BAB II
PEMBAHASAN

ASHABUL FURUDH DAN BAGIAN-BAGIANNYA
SERTA ASHABAH

A. Furudhul Muqaddarah

Adalah bagian-bagian yang telah ditentukan oleh syara’ bagi ahli waris tertentu dalam pembagian harta peninggalan , atau dengan kata lain prosentase bagian yang telah ditentukan bagiannya . 

Furudul Muqaddarah ada enam macam:
1. Dua pertiga (2/3)
2. Setengah (1/2)
3. Sepertiga (1/3)
4. Seperempat (1/4)
5. Seperenam (1/6)
6. Seperdelapan (1/8)

Sedangkan ahli waris yang mendapatkan bagian-bagian dari furudul muqaddarah adalah:
Pihak laki-laki:
- Ayah;
- Kakek dari pihak ayah dan seterusnya ke atas;
- Suami;
- Saudara laki-laki seibu;
Pihak perempuan:
- Anak perempuan;
- Anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan dari anak laki-laki) dan terus kebawah sejauh pertaliannya dengan yang meninggal masih laki-laki;
- Ibu;
- Nenek dari pihak ayah dan seterusnya keatas sebelum berselang perempuan;
- Saudara perempuan seibu dan seayah;
- Saudara perempuan yang seayah saja;
- Saudara perempuan yang seibu saja;
- Isteri;

B. Dzawil Furudh (Ashabul Furudh)

Adalah ahli waris yang mendapat bagian tertentu dalam keadaan tertentu, maksudnya ahli waris yang telah ditetapkan oleh syara’ memperoleh bagian tertentu dari furudul muqaddarah dalam pembagian harta peninggalan. 

Ashabul furud ada dua macam:
1. Ashabul furudh sababiyyah
Yaitu ahli waris yang disebabkan oleh ikatan perkawinan. Yakni:
- Suami;
- Isteri; 

2. Ashabul furudh nasabiyyah
Yaitu ahli waris yang telah ditetapkan atas dasar nasab. Yakni:
- Ayah;
- Ibu;
- Anak perempuan;
- Cucu perempuan dari garis laki-laki;
- Saudara perempuan sekandung;
- Saudara perempuan seayah;
- Saudara laki-laki seibu;
- Saudara perempuan seibu;
- Kakek shahih;
- Nenek shahih;

Adapun pembagiannya adalah sebagai berikut:

a. Yang mendapat dua pertiga (2/3)

1. Dua anak perempuan atau lebih, bila tidak ada anak laki-laki (An-Nisa:11)
2. Dua anak perempuan atau lebih dari anak laki-laki, bila anak perempuan tidak ada (An-Nisa:176)
3. Saudara perempuan sebapak, dua orang atau lebih (An-Nisa:176)

b. Yang mendapat setengah (1/2)

1. Anak perempuan kalau dia sendiri
2. Anak perempuan dari anak laki-laki atau tidak ada anak perempuan
3. Saudara perempuan seibu sebapak atau sebapak saja, kalau saudara perempuan sebapak seibu tidak ada, dan dia seorang saja (An-Nisa:176)
4. Suami bila isteri tidak punya anak (An-Nisa:12)

c. Yang mendapat sepertiga (1/3)

1. Ibu, bila tidak ada anak atau cucu (anak dari anak laki-laki), dan tidak ada pula dua orang saudara (An-Nisa:11)
2. Dua orang saudara atau lebih dari saudara seibu (An-Nisa:12)

d. Yang mendapat seperempat (1/4)

1. Suami, bila istri ada anak atau cucu (An-Nisa:12)
2. Isteri, bila suami tidak ada anak dan tidak ada cucu. Kalau isteri lebih dari satu maka dibagi rata (An-Nisa:12)

e. Yang mendapat seperenam (1/6)

1. Ibu, bila beserta anak dari anak laki-laki atau dua orang saudara atau lebih (An-Nisa:11)
2. Bapak, bila jenazah mempunyai anak atau anak dari laki-laki (An-Nisa:11)
3. Nenek yang shahih atau ibunya ibu/ibunya ayah.
4. Cucu perempuan dari anak laki-laki (seorang atau lebih) bila bersama seorang anak perempuan. Bila anak perempuan lebih dari satu maka cucu perempuan tidak mendapat harta warisan.
5. Kakek, bila bersama anak atau cucu dari anak laki-laki, dan bapak tidak ada.
6. Saudara perempuan sebapak (seorang atau lebih), bila beserta saudara perempuan seibu sebapak. Bila saudara seibu sebapak lebih dari satu, maka saudara perempuan sebapak tidak mendapat warisan.

f. Yang mendapat seperdelapan (1/8)

1. Isteri (satu atau lebih), bila ada anak atau lebih.


C. ‘Ashabah

Menurut bahasa, ‘ashabah adalah kalangan kerabat laki-laki, yaitu anak laki-laki, ayah, dan kalangan kerabat laki-laki dari pihak laki-laki.Sedangkan menurut istilah, ‘ashabah adalah orang yang mendapatkan harta warisan yang belum ditetapkan atau ahli waris yang tidak memiliki bagian tertentu .

‘Ashabah dibagi menjadi dua, yaitu:
1. ‘Ashabah Nasabiyyah
Adalah ahli waris ‘ashabah karena mempunyai hubungan nasab dengan orang yang meninggal. ‘Ashabah nasabiyyah terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:

a. ‘Ashabah bin Nafsihi

Yaitu ahli waris laki-laki yang dalam pertalian nasabnya dengan si mayit tidak diselingi oleh perempuan.
Jalur Ashabah bin Nafsihi:
- Jalur anak laki-laki, yaitu anak laki-laki si mayit dan anak turunan mereka
yang laki-laki ke bawah;
- Jalur ayah, yaitu ayah si mayit dan ayahnya terus ke atas;
- Jalur saudara laki-laki, yaitu saudara laki-laki si mayit seayah dan seibu,
saudara laki-laki si mayit yang seayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki
yang seayah dan seibu, anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seayah dan
seterusnya ke bawah;
- Jalur paman dari pihak ayah, yaitu paman si mayit dari pihak ayah yang
seayah dan seibu dengan ayah, paman si mayit dari pihak ayah yang seayah
saja, anak laki-laki paman yang seayah dan seibu dengan ayah, anak laki-laki
paman yang seayah dengan ayah.
Jika ‘ashabah-ashabah ini saling berhimpitan, maka tata urutan yang harus didahulukan adalah sebagai berikut: jalur anak
jalur ayahjalur persaudaraanjalur paman.

b. ‘Ashabah bil Ghair

Yaitu ahli waris wanita yang menjadi ‘ashabah karena pihak lain, antara lain:
- Anak perempuan si mayit
Baik hanya satu orang atau lebih, mereka menjadi ‘ashabah karena seorang
anak laki-laki si mayit atau lebih.
- Cucu perempuan dari anak laki-laki si mayit
Baik hanya satu orang atau lebih, mereka menjadi ‘ashabah karena seorang
anak laki-laki si mayit atau lebih (baik saudara laki-laki si wanita atau anak
laki-laki pamanya yang memiliki derajat sama).
- Saudara perempuan seayah dan seibu
Baik hanya satu orang atau lebih, mereka menjadi ‘ashabah karena seorang
saudara laki-laki seayah stau lebih.
- Saudara perempuan seayah
Baik hanya satu orang atau lebih, mereka menjadi ashabah karena seorang
saudara laki-laki seayah stau lebih. 

c. ‘Ashabah ma’al Gahair

Yaitu semua ahli waris perempuan yang menjadi ‘ashabah bersama ahli waris perempuan yang lain. Mereka adalah saedara perempuan kandung atau seayah saja bersama anak perempuan .
Perbedaan antara ashabah bil ghair dan ashabah ma’al ghair adalah bahwa orang yang menjadikan ashabah bagi ahli waris yang lain adalah ashabah bin nafsihi sehingga ashabah itu meluas kepada ahli waris perempuan. Sementara itu, ashabah ma’al ghair pada dasarnya tidak menjadi ahli ashabah bin nafsihi, hanya saja terhimpun ahli waris-ahli waris wanita ini menyebabkan mereka menjadi ashabah.

2. Ashabah Sababiyyah

Ialah seseorang menjadi ahli waris karena ia membebaskan atau memerdekakan buadak/hamba sahaya baik laki-laki maupun perempuan. Apabila hamba sahaya yang telah dibebaskan tersebut meninggal dunia maka ia mendapatkan warisan sebagai ashabah . 














































BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Furudul Muqaddarah ada enam macam:
1. Dua pertiga (2/3)
2. Setengah (1/2)
3. Sepertiga (1/3)
4. Seperempat (1/4)
5. Seperenam (1/6
6. Seperdelapan (1/8)
Sedangkan ahli waris yang mendapatkan bagian-bagian dari furudul muqaddarah adalah:
Pihak laki-laki:
- Ayah;
- Kakek dari pihak ayah dan seterusnya ke atas;
- Suami;
- Saudara laki-laki seibu;
Pihak perempuan:
- Anak perempuan;
- Anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan dari anak laki-laki) dan
terus kebawah sejauh pertaliannya dengan yang meninggal masih laki-laki;
- Ibu;
- Nenek dari pihak ayah dan seterusnya keatas sebelum berselang perempuan;
- Saudara perempuan seibu dan seayah;
- Saudara perempuan yang seayah saja;
- Saudara perempuan yang seibu saja;
- Isteri;
‘Ashabah dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Ashabah sababiyyah
2. Ashabah nasabiyyah yang terbagi menjadi 3 macam:
a. ‘Ashabah bin-nafsi
b. ‘Ashabah bil ghair
c. ‘Ashabah ma’al ghair

























DAFTAR PUSTAKA

Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah, Jakarta: Pustaka Azam, 2007
Ramulyo, Idris M, DR. SH., Perbandingan Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya. 1992.
Rusyd, Ibnu., Bidayatul Mujtahid, Semarang: As-Syifa, 1990.
Thalib, Sajuti, SH., Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Bina Aksara, 1981.
Z, Zurinal, Hj. Dr., Aminudin, M.Ag, Fiqih Ibadah, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008